Bulan Keduapuluhsatu

Kalau boleh, aku mau kembali ke 21 bulan yang lalu, agar bisa memutuskan untuk tidak ingin kenal denganmu. Semua tidak berjalan buruk sampai detik ini, namun sebaliknya, dan itu yang membuat aku ingin melepas semua hal tentangmu. Aku banyak pura-pura melupakan banyak hal selama ini, sampai-sampai aku ditampar oleh tangan merah berkali-kali dan aku masih saja memungkirinya. Aku memang seharusnya tidak pernah memulai atau tidak melanjutkan permainan yang sudah aku pilih untuk aku daftarkan diriku dengan sukarela.

Sekarang setelah bulan purnama terbesar pun sudah banyak terlewati, mungkinkah ini semua sudah cukup terlambat untuk berhenti? Semua sudah semakin melebar, menipis, dan tajam. Aku terkadang tidak bisa bernafas tanpa mengucapkan namamu dengan setengah berbisik di muka umum atau setengah teriak di kamar sendiri. Aku terjebak, dalam genggaman tanganku sendiri. Aku perlu seseorang untuk menyelamatkanku dan mengendalikan kapal di terjalnya ombak yang jika kita kena sakitnya akan seperti terlempar batu karas, bukan seseorang yang bahkan takut untuk membawa perahunya menyeberangi samudra maha besar untuk bersamaku.

Aku tidak tahu apa yang terjadi 21 bulan dari sekarang. Kamu pun begitu. Namun kita masih bisa tetap memperkirakannya dari sidik jari yang kita simpan di bawah bantal tidur kita di rumah masing-masing. Harus ada yang mengambil apa yang tidak pernah ia miliki, dan aku pastikan itu bukan aku. Bulan telah bersayap, melepaskan awan gelap yang selalu menghalanginya dari menyerap sinar  matahari. Aku akan tidur malam ini, bertamu ke dalam mimpi manismu dan berbisik: take a little time to take a deep breath and feel it, do we have the future that we should carry on the fight from now? If not, would you let me go?

 

 

 

 

Hamburg, 10 September 2011

backsound: James Morrison – I won’t let you go